Selasa, 29 April 2008

Cerita


TAUBAT SI PEMBOROS

Ibrahim bin Adham dikenal sebagai alim-ulama yang tajam pikirannya dan luas wawasan keagamaannya. Pada suatu hari, ia didatangi tetangganya yang dikenal sebagai orang yang boros dan angkuh. Orang yang satu ini sering menghambur-hamburkan harta bendanya hanya semata-mata untuk urusan dunia dan nuruti hawa nafsunya, seperti pesta, dugem, shopping, beli kendaraan dan lain-lain. Ia sangat menikmati sifat borosnya itu, apalagi jika mendapat pujian sebagai orang yang berharta melimpah dan kaya.

Sayangnya, zakat, infaq dan sedekah, sangat jauh dari otak dan hatinya. Ia juga “boros” terhadap dirinya, dalam arti tidak memanfaatkan waktu hidupnya untuk memikirkan agama dan akhirat, tetapi semata-mata untuk kenikmatan dunia seperti judi, mabuk-mabukan, dan perempuan. Usia mudanya sama sekali tidak dimanfaatkan untuk belajar mengaji dan mendalami ilmu agama.

Tahun terus berjalan dan makin lama ia semakin tua, sepertinya ia mulai insyaf, tetapi ia tidak tahu darimana dan bagaimana caranya memulai kehidupan beragama. Ia pun mulai memikirkan betapa tidak berartinya sikap boros selama ini. Namun bagaimana cara menghentikannya? Untuk keperluan itulah ia mendatangi Ibrahim bin Adham yang juga dikenal sebagai Abu Ishak.

Orang itu berkata, “Wahai Abu Ishak, aku ini pemboros, baik terhadap harta, waktu, maupun diriku sendiri. Tolong nasehati aku dengan ajaran Islam agar hatiku tentram, juga agar aku dapat menghilangkan sifat borosku.”

Ibrahim bin Adham menjawab, ”Seandainya kamu bisa menerima lima perkara yang aku ajukan ini dan kamu sanggup mengamalkannya niscaya kamu tidak akan bermaksiat kepada Allah dan kenikmatan hidup ini tak akan pernah membinasakanmu.”

Orang itu berkata, “Apa sajakah lima perkara itu wahai Abu Ishak?”

Ibrahim bin Adham menjawab, “Pertama, apabila engkau ingin melakukan maksiat di dunia ini, janganlah engkau memakan rizki yang diturunkan oleh Allah ke dunia ini.”

Orang itu bertanya, “Dari mana lagi aku mendapatkan rizki kalau bukan dari dunia ini, sedangkan setiap yang ada di bumi ini rizkinya ditanggung oleh Allah?”

Ibrahim menjawab, “Makanya! Engkau telah makan rizki yang datangnya dari Allah, pantaskah kamu berbuat maksiat terhadap Sang Pemberi Rizki? Emangnya kamu siapa?”

Orang itu merenung sejenak kemudian menjawab, “Baiklah aku terima nasehatmu ini. Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi. Sekarang jelaskan kepadaku lagi apa perkara yang kedua?”

Ibrahim berkata, “Kedua, Apabila kamu ingin berbuat maksiat kepada Allah, janganlah engkau lakukan di bumi milik Allah ini! Terserah dimana saja asal jangan di bumi milik Allah”

Orang itu menjawab, “Ngaco kamu! Mana ada planet di alam semesta ini yang bukan milik Allah, semua yang ada di alam semesta ini kan milik Allah. Saya harus tinggal dimana dong?”

Ibrahim berkata, “Kamu ini kok aneh. Kau makan rizki dari-Nya dan tinggal di bumi milik-Nya dengan aman dan baik. Kenapa kamu harus bermaksiat kepada-Nya?”

Kembali orang itu merenung, kemudian berkata, “Baiklah untuk saran yang inipun aku terima. Aku akan berusaha untuk tidak melakukan maksiat lagi. Lantas sekarang apa syarat yang ketiga?”

Ibrahim berkata, “Ketiga, Apabila kamu ingin berbuat maksiat kepada Allah, sedangkan engkau telah mendapat rizki di bumi milik-Nya ini, maka carilah tempat yang paling tersembunyi agar tidak dapat diketahui oleh siapapun termasuk oleh Allah.”

Orang itu berkata, “Wahai Ibrahim, bagaimana tidak akan diketahui oleh-Nya, sedangkan Allah Maha Mengetahui segala rahasia dimanapun kita berada.”

Ibrahim menjawab, “Nah ini, engkau sudah makan rizki dari-Nya dan tinggal di negeri-Nya. Apakah engkau akan bermaksiat kepada-Nya, padahal engkau juga sadar bahwa Dia melihatmu dimana saja kamu berada.”

Orang itu menjawab, “Tentu saja tidak, Baiklah sekarang apa syarat yang keempat?”

Ibarahim menjawab, “Keempat, Apabila malaikat maut datang mau mencabut nyawamu, maka cuekin aja malaikat tersebut dan bilang padanya ‘Jangan cabut nyawaku sekarang sampai aku bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat’. Dapatkah kau katakan itu kepada malaikat maut?”

Orang itu berkata,”Bagaimana kalau malaikat maut itu menolak permohonanku?”

Ibrahim berkata, “Masak sih, kamu kan orang kaya, bangsawan, ningrat, mana berani malaikat maut sama kamu? Silakan tunjukkan statusmu pada malaikat maut?”

Orang itu berkata, “Kamu jangan mengolok-olok aku?!”

Berkata Ibrahim, “Engkau tidak akan dapat mencegah malaikat maut mencabut nyawamu, sedangkan kamu tahu, apabila ajal tiba maka tidak ada satu kekuatan yang dapat menangguhkannya, walaupun hanya sesaat. Bagaimana kamu akan menghadap Tuhanmu dengan tenang?!”

Orang itu hanya dapat mengangguk-anggukkan kepalanya sambil terdiam. “Baiklah,” ujarnya. “Sekarang apa syarat yang kelima?”

Ibrahim berkata, “Kelima, Kelak di akhirat, ketika malaikat Zabaniyah membawamu ke neraka, jangan kau turuti ajakannya. Bila perlu lawan dia!”

Orang itu berkata, “Bagaimana kalau malaikat itu tidak menghiraukan siapa diriku dan juga tidak mengabulkan permohonanku?”

Ibrahim berkata, “Kalau begitu bagaimana kamu akan selamat dari cengkeraman api neraka?!”

Orang itu langsung berseru, “Cukup,…cukup…. Ya Ibrahim..! Aku akan segera minta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.”

Tak lama kemudian, orang ini dikenal sebagai orang yang rajin beristighfar. Ia selalu memohon ampun kepada Allah SWT atas dosa-dosanya di setiap selesai shalatnya, sampai maut menjemputnya.

Senin, 28 April 2008

Sabda Rasul

Sabda Rasulullah SAW kepada Muadz: “Wahai Muadz, apabila di dalam amal perbuatanmu itu ada kekurangan;

  1. Jagalah lisanmu supaya tidak terjatuh di dalam ghibah terhadap saudaramu sesama muslim.
  2. Bacalah Al-Quran.
  3. Tanggunglah dosamu sendiri untukmu dan jangan engkau tanggungkan dosamu kepada orang lain.
  4. Jangan engkau mensucikan dirimu dengan mencela orang lain.
  5. Jangan engkau tinggikan dirimu sendiri diatas mereka.
  6. Jangan engkau masukkan amal perbuatan dunia ke dalam amal perbuatan akhirat.
  7. Jangan engkau menyombongkan diri atas kedudukanmu supaya orang takut pada perangaimu yang tidak baik.
  8. Jangan engkau membisikkan sesuatu, sedang di dekatmu ada orang lain.
  9. Jangan engkau merasa tinggi dan mulia daripada orang lain.
  10. Jangan engkau sakiti hati orang lain dengan ucapan-ucapanmu.

Minggu, 27 April 2008

Wahai Tuhan

Wahai Tuhan

Wahai Tuhan Penolong setiap orang yang merana dan meronta

Wahai Tuhan yang mengabulkan setiap doa orang sengsara

Wahai Tuhan yang Maha Bijaksana terhadap setiap orang yang bersalah dan durhaka

Wahai Tuhan yang mencukupi setiap orang yang lebih mementingkan-Mu daripada mementingkan dunianya

Aku mohon kepada-Mu untuk dapat mencapai sesuatu

yang tak dapat aku gapai tanpa pertolongan-Mu

dapat menolak sesuatu yang tak mampu aku tolak tanpa kekuatan-Mu

dan aku memohon kepada-Mu kebaikan yang penuh kesejahteraan

serta kesejahteraan yang penuh kebaikan

Wahai Tuhan yang Maha Pengasih diatas semua yang mempunyai belas kasih

Kamis, 24 April 2008

Ya Allah

YA ALLAH

Ya Allah ya Tuhanku

Sesungguhnya ampunan-Mu lebih aku harapkan

daripada amal ibadahku

Rahmat-Mu lebih luas daripada dosa-dosaku

Ya Allah ya Tuhanku

Jika diriku tak pantas mencapai rahmat-Mu

Namun Rahmat-Mu amat pantas menjangkau diriku

Karena bentangan Rahmat-Mu memenuhi segala sesuatu

Wahai Tuhan yang Maha Pengasih

diatas segala kasih.

Rela Dimasukkan Neraka

RELA DIMASUKKAN NERAKA

Alkisah, suatu hari Nabi Musa AS sedang berjalan-jalan melihat keadaan umatnya. Nabi Musa melihat seseorang sedang beribadah. Umur orang tersebut lebih dari 500 tahun. Orang itu adalah seorang yang ahli beribadah. Nabi Musa kemudian menyapa dan mendekatinya. Setelah berbicara sejenak ahli ibadah itu bertanya kepada Nabi Musa, “Wahai Nabi Musa, aku telah beribadah kepada Allah SWT selama 350 tahun tanpa melakukan perbuatan dosa. Di surga manakah Allah akan meletakkanku? Tolong sampaikan pertanyaanku ini kepada Allah”.

Nabi Musa mengabulkan permintaan orang soleh tersebut, kemudian Nabi Musa bermunajat memohon kepada Allah agar Allah SWT memberitahukan kepadanya di surga mana umatnya ini akan ditempatkan kelak. Allah SWT berfirman, “Wahai Musa, sampaikan kepadanya bahwa Aku akan meletakkannya di dasar neraka-Ku yang paling dalam”. Nabi Musa kemudian mengabarkan kepada orang tersebut apa yang telah difirmankan Allah kepadanya. Ahli ibadah itu terkejut. Dengan perasaan sedih ia beranjak dari hadapan Nabi Musa AS.

Malam harinya ahli ibadah itu terus berfikir mengenai keadaan dirinya. Ia juga mulai memikirkan bagaimana keadaan saudara-saudaranya, teman-temannya, dan orang lain yang mereka baru beribadah selama 100 tahun, 200 tahun, dan mereka yang belum beribadah sebanyak dirinya, dimana lagi tempat mereka kelak di akhirat.

Keesokan harinya kembali ia menjumpai Nabi Musa. Kemudian ia berkata, “Wahai Nabi Musa, aku rela Allah SWT memasukkan aku ke dalam neraka-Nya, akan tetapi aku meminta satu permohonan. Aku mohon agar setelah tubuhku ini dimasukkan ke dalam neraka maka jadikanlah tubuhku ini membesar sebesar-besarnya sehingga seluruh pintu neraka tertutup oleh tubuhku, jadi tidak akan ada seorangpun akan masuk kedalamnya”. Nabi Musa menyampaikan permohonan itu kepada Allah SWT. Setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Nabi Musa maka Allah berfirman, “Wahai Musa, sampaikan kepada ummatmu itu bahwa sekarang Aku akan menempatkannya di surga-Ku yang paling tinggi”. Wallahu A’lam.

(Disadur dari kitab Al-Aqidah at-Tahawiyah)

Rabu, 23 April 2008

Tuhan Segala Sesuatu

Wahai Tuhan segala sesuatu
dengan kekuasaan-Mu atas segala sesuatu
maka ampunilah segala sesuatu dosa kami
janganlah kiranya Engkau menanyai
tentang segala sesuatu
jangan pula Engkau meng-hisab kami
dalam segala sesuatu
dan berilah kami anugerah segala sesuatu.

Selasa, 22 April 2008

Bersedekah

BERSEDEKAH

Termasuk diantara nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-hambaNya adalah lapang rizki serta badan sehat. Tapi kenikmatan ini akan menjadi kenikmatan semu manakala kita tidak bisa mentasarupkan harta dan kesehatan kita dengan baik. Buat apa kita punya harta banyak tapi bakhil? Buat apa kita berbadan sehat tapi malas beribadah?

Ketika seseorang punya harta melimpah tapi tidak mau sedekah, karena khawatir kalau hartanya berkurang dan dia masih merasa belum punya banyak harta, bahkan justru ingin disedekahi apa namanya ini? Adakah nama yang lebih tepat selain “miskin”? Meski punya harta benda banyak tapi kalau selalu merasa kurang dan kurang maka hakekatnya ia adalah miskin.

Memang dalam diri manusia ada sifat yang kurang terpuji, yaitu bakhil dimana sifat ini kalau dibiarkan akan menjadi hasud. Maka ketika seseorang punya kenikmatan rizki yang lapang tapi kalau sifat bakhilnya lebih dominan maka secara otomatis orang ini akan malas untuk mengeluarkan sebagian hartanya demi kearah kebaikan. Tapi biasanya kalau dibelanjakan demi menuruti kesenangan, hobby atau hal-hal yang bentuknya just for fun biasanya tidak eman-eman. Padahal sebaik-baik harta ialah harta yang dibelanjakan untuk jalan Allah dan yang dapat menjaga seorang manusia dari minta-minta.

Jadi kesalahan fatal yang melingkupi diri manusia adalah ketika beranggapan bahwa harta kita adalah semua harta benda yang ada ditangan kita. Diakui atau tidak, jujur atau tidak bahwa kita sering merasa kaya kalau banyak deposito atau tabungan di bank. Kita merasa tenang dan aman kalau kita mampu bayar bodyguard yang siap mengawal kita kemana-mana. Kita merasa jadi boss kalau bisa membeli apasaja dan investasi dimana saja. Sekali lagi itu semua adalah kenikmatan semu sebelum kita bisa membelanjakan ke jalan Allah.

Dalam hadits Rasulullah dijelaskan bahwa harta atau barang sedekah jika sudah keluar dari tangan pemberinya berkata: Saya kecil engkau besarkan, engkau dulu pelindungku dan sekarang aku menjadi pelindungmu, aku dulu musuh dan sekarang engkau mencintaiku, dahulu aku benda yang fana sekarang engkau mengekalkanku, dahulu aku sedikit sekarang angkau melipatgandakanku.

Kemudian kalau kita tengok Alqur’an dalam surat Al – Baqarah ayat 261 yang artinya Wallahu’alam, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Ayat ini diturunkan di saat Rasulullah saw bersiap-siap hendak keluar pergi menuju medan perang Tabuk sambil menyerukan kepada sahabat-sahabatnya agar bersedekah, seruan tersebut langsung disambut oleh Abdurrahman bin Rauf dengan menyerahkan empat ribu derham kepada Rasulullah dan berkata: Ya Rasulullah, harta milikku hanya delapan ribu derham, empat derham aku tahan untuk diriku dan keluarga dan empat ribu derham ini aku serahkan bagi jalan Allah. Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan. Jawab Rasulullah saw. Kemudian datang sahabat Utsman bin Affan dan berkata pada Rasulullah: Ya Rasulullah saya akan melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyai.

Jadi, betapa besarnya makna sebuah sedekah terutama dalam perjuangan di jalan Allah. Terkadang kita memang ogah-ogahan untuk mengeluarkan sebagian dari harta kita karena faktor kedonyan. Dan faktor kedonyan inilah yang menjadikan seseorang mahjub (terhalang) dengan Sang Kholik yaitu Allah SWT.

Ada cerita dari sahibul hikayah, bahwa terjadi pada suatu masa di mana kekeringan paceklik sedang menimpa Bani Israil bertahun-tahun. Seorang perempuan yang sedang memegang sepotong roti untuk dimakan, tiba-tiba mendengar suara dari luar orang meminta-minta sesuap makanan karena lapar, diberikannyalah sepotong roti yang sudah berada diujung mulutnya itu kepada si miskin tadi. Beberapa hari kemudian pergilah si perempuan bersama anaknya yang masih kecil mencari kayu bakar di hutan. Tiba-tiba anak kecil tadi diserang dan dibawa lari oleh seekor serigala, lalu berteriak-teriaklah si ibu minta tolong sambil lari mengejar serigala tersebut. Dalam keadaan begitu panik berkenanlah Allah mengutus malaikat Jibril menyelamatkan si anak dari mulut serigala dan mengembalikan kepada si ibu sambil berkata: Hai hamba Allah! Terimalah anakmu ini sebagai imbalan dan balasan atas roti yang telah engkau berikan kepada orang yang sedang lapar.

Maka alangkah indahnya kehidupan ini bila kita mau saling berbagi harta yang kita punyai. Kita saling membantu, kita saling meyayangi, kita saling menghargai, kita saling empati kepada sesama muslim. Bukankah sesama muslim adalah saudara? Sebagaimana jasad yang satu?

*) Tulisan ini telah terbit di Radar Kediri (Jawa Pos Group) tanggal 7 Desember 2007 oleh Nur Akhlis

Ikhlas

IKHLAS

Di dalam surat az-Zumar ayat 2 dan 3, Allah SWT berfirman yang artinya Wallahu a’lam; “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab al-Qur’an dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya. Ingatlah hanya kepunyaan Allah agama yang bersih’. (QS. Az – Zumar: 2-3)

Dan Rasul SAW juga besabda, “Sesungguhnya manusia celaka kecuali yang berilmu. Yang berilmu juga celaka kecuali yang mengamalkan ilmunya. Yang mengamalkan ilmunya juga celaka kecuali yang ikhlas. Dan orang yang ikhlas dihadapkan pada bahaya besar”.

Ayat dan hadits diatas menunjukkan betapa pentingnya kedudukan ikhlas dalam Islam. Ia menjadi landasan utama dalam semua urusan agama.

Yang jadi pertanyaan besar dan mengherankan adalah: “Mengapa para pemuka agama, para ulama, para abid, sebagai golongan orang-orang yang mendapat petunjuk, taufik, dan restu dariNya saling bertikai, sementara para ahli materi, kaum yang lalai, bahkan yang munafiq sekalipun justru saling bersatu tanpa ada pertikaian atau kedengkian diantara satu dengan lainnya? Padahal keharmonisan tersebut seharusnya menjadi milik kelompok yang mendapat taufik, bukan milik kaum materialistik dan munafik. Bagaimana kebenaran dan kebatilan itu bertukar posisi? Apalagi disaat musim pemilu seperti sekarang. What’s wrong?

Saya tidak tahu pasti jawabannya, hanya asumsi atau dzan saya bahwa perselisihan diantara ahlul haq bukan karena mereka tidak berpegang pada kebenaran. Dan juga sebaliknya bahwa keharmonisan dan persatuan kaum materialistik dan lalai itu juga tercipta bukan karena mereka tunduk pada kebenaran. Akan tetapi, tugas dan pekerjaan kaum materialistik , politikus serta lapisan masyarakat lainnya sudah jelas dan berbeda. Setiap kelompok, dan perkumpulan memiliki tugas masing – masing dan tentunya upah materi yang mereka dapatkan. Demikian pula dengan upah psikologis juga mereka terima seperti penghargaan, popularitas dan kemasyhuran begitu jelas.

Padahal penghargaan dan penghormatan manusia tidaklah dicari, tetapi diberi. Andaipun penghargaan itu diraih janganlah bangga dengannya. Jika seseorang senang menerima penghargaan manusia, berarti ia tidak ikhlas dan jatuh ke dalam riya.

Adapun usaha mencari popularitas dan nama baik juga mencakup keinginan untuk mendapat penghargaan manusia bukan merupakan upah atau ganjaran. Tetapi justru merupakan hukuman yang diakibatkan oleh ketiadaan ikhlas.

Penghargaan dan penghormatan tidak boleh dicari. Sebab dibalik kenikmatan yang sedikit itu ada sesuatu yang membahayakan keikhlasan yang merupakan ruh dari amal saleh. Selain itu, penghargaan tersebut hanya bertahan sampai pintu kubur. Selanjutnya di balik kubur ada siksa yang pedih. Karena itu, tidak selayaknya mengharap penghormatan dan penghargaan manusia. Justru ia harus ditakuti dan dijauhi. Inilah yang harus diperhatikan oleh para pencari popularitas dan mereka yang meminta penghargaan manusia.

Karena itu, tidak ada yang menjadi faktor penyebab timbulnya persaingan, pertikaian atau kedengkian diantara mereka. Juga tidak ada alasan bagi mereka untuk berdebat dan bertikai. Maka, mereka bisa kelihatan harmonis.

Adapun para pemuka agama, para ulama, dan para abid tugas masing – masing mereka tertuju kepada seluruh masyarakat, untuk kepentingan umat, sedangkan upah materinya tidak jelas. Begitu pula dengan kedudukan social dan penghargaan yang mereka dapatkan.

Sebetulnya ada peluang yang menjanjikan dan ngiming – ngimingi untuk sebuah kedudukan apakah itu kursi bupati/wali kota atau wakilnya, gubernur atau wakilnya, presiden atau wakilnya serta upah psikologis berupa penghormatan, penghargaan, sanjungan dll. Dari sinilah muncul pertikaian, persaingan, kedengkian, dan kecemburuan. Sebagai akibatnya, keharmonisan berubah menjadi penyakit nifak dan kesatuan berubah menjadi perpecahan.

Penyakit kronis ini tidak akan bisa sembuh kecuali dengan diberi obat yang benar – benar mujarab yang bernama Ikhlas.

Dengan kata lain, seseorang harus berusaha dengan segala kekuatannya untuk mengaplikasikan firman Allah surat Yunus yang artinya, “Upahku ada di tangan Allah”. (QS Yunus: 72).

Caranya adalah dengan lebih mengedepankan kebenaran dan petunjuk ketimbang mengikuti hawa nafsu. Dengan kata lain harus mendahulukan orang lain daripada diri sendiri dalam menerima hadiah dan sedekah, serta tidak menerima balasan atas pengabdian yang dilakukan demi agama. Bahkan di dalam hati tidak menuntutnya. Kalaupun kemudian diberi, hal itu harus diangap sebagai karunia ilahi bukan semata – mata pemberian manusia. Sebab, tidak boleh meminta balasan duniawi atas pengabdian di jalan ukhrowi agar keikhlasan tetap terpelihara. Meskipun umat harus menjamin kehidupan mereka (orang-orang yang mengabdikan dirinya pada agama), dan meskipun mereka berhak menerima zakat, namun mereka tidak boleh meminta apapun dari manusia. Bahkan walaupun mereka diberi sesuatu, mereka tidak boleh mengambilnya sebagai balasan atas tugas keagamaan yang mereka lakukan. Karena itu, lebih baik mengutamakan orang yang lebih berhak menerimanya disertai sikap ridlo dan qonaah terhadap rizki yang Allah berikan agar termasuk orang yang mendapat pujian dari al-Quran, “Mereka lebih mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri, meskipun mereka sebenarnya memerlukan”. (QS. Al-Hasyr: 9). Keika itulah, seseorang akan bisa ikhlas sekaligus bisa menyelamatkan dirinya dari kebinasaan.

Siapa yang diberi taufik kearah itu, ia akan merasakan lezatnya ikhlas. Tetapi jika tidak, ia akan kehilangan banyak kebaikan. Wallahu a’lam.

*) Tulisan ini telah terbit di RADAR KEDIRI (Jawa Pos Group) tanggal 14 Maret 2008 oleh Nur Akhlis